Monty sekali tempo merasa sangat tak nyaman dengan status atau cap sosial yang sekarang menimpa dirinya, yakni sebagai janda. Masih muda dan belum punya anak lagi.
Acapkali kala bercermin satu badan di kamarnya, tanpa maksud membanggakan dirinya pun, Monty menyadari bahwa wajah dan sosok tubuhnya memang tergolong cantik molek. Kulit putih licin bak lilin, semampai tinggi, sekaligus sintal seksi.
Tetapi apa ini yang membuatnya harus mau menerima cap bahwa dirinya itu 'berbahaya' ? Mengundang stigma atau pandangan 'miring' orang-orang yang mengenalnya (atau bahkan orang yang kemudian baru mengenalnya kala mengetahui status janda-nya). Seakan-akan status janda dan tampilan cantik moleknya merupakan kombinasi pas sebagai wanita yang harus extra diwaspadai atau extra diawasi perilaku gender-nya. Seakan-akan dirinya diberi beban tuntutan berlebihan untuk membuktikan bahwa dirinya adalah wanita 'baik-baik'. Yang sikapnya (terutama terhadap lawan jenis) tak boleh kelewat ramah (bicara harus sangat diatur dan terbatas seperlunya), kelewat ceria (dilarang ketawa girang atau lepas), kelewat perhatian (harus menahan diri agar terkesan cuek), dan seterus-seterusnya...
Jangan tanya lagi soal pantangan pulang kemalaman (apalagi kalau kelihatan diantar lelaki). Atau sebaliknya sendirian keluar rumah malam-malam (apalagi kalau kelihatan nyopir mobil sendiri). Yang beginian pasti memantapkan cap sosial (negatif!) status jandanya! Bikin tambah heboh celoteh-cibiran atau cemohan-nista dari mereka yang memang senang mencari-cari sisi buruk dirinya...
Tetapi seperti dibilang di awal tulisan ini, rasa terganggu seperti itu hanya sekali tempo saja dirasakan Monty. Selebihnya (di kebanyakan tempo) ia percaya diri untuk menjadi dirinya sendiri. Bertanggung-jawab kepada dirinya, baik sosial maupun individual. Ngurusi pandangan orang (apalagi yang negatif) kapan habisnya? Salah-salah ia bisa ketularan aura alias hawa negatifnya. Rugi sendiri, dong..!
Monty tahu dan sadar, pilihan bercerai dari suaminya adalah pilihan terbaik dari yang terburuk. Hanya dirinya yang benar-benar memahami segala alasannya. Hanya dirinya yang benar-benar bisa merasakannya pedih-perihnya. Orang lain cuma memandang dari luar dan mengomentarinya. Itu klise! Ia tidak menyesalinya. Jika pun itu kesalahan, ia ingin memperbaikinya dengan menata hidupnya ke depan lebih baik. Jika benar 'jodoh di tangan Tuhan', ia cuma berusaha terbaik semampunya mengurus dirinya. Sisanya ia berdoa, semoga kelak di kemudian hari Tuhan memberi yang lebih baik bagi dirinya, sesuai kehendak-NYA...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar